Sabtu, 01 Februari 2014

Allah, Ayah dan Aku


Mencari potongan kenangan bersamanya bagaikan menyusun puzzle dari tumpukan keping-keping memori masa kecil. Abu-abu dan samar. Sakitnya menahan rindu ternayata sebanding ketika mencari kenangan yang mulai buram seiring masa yang berlalu. Bahkan hingga kini, masih teringat jelas aroma tangan dan seruan suaranya saat memanggil. Hingga kerutan yang tergaris diraut wajahnya masih hafal dirasakan tangan. Marah dan tawanya seakan bercampur dalam gaungan dikepala. Tak bisa dibedakan. Tak bisa dipisah. Sakit itu mulai bertambah ketika pertanyaan akan dunia mulai membenak namun kau tidak ada untuk menjawabnya. Makin terasa perih, saat teringat hal-hal yang kau suka, karena itu akan menambah kerinduan padamu.

Hari tuamu, masa kecilku. Jarak masa yang jauh. Masa kecil hanya canda tawa yang kau berikan. Nasihat dan pukulan sebagai pelajaran. Masih putih dan kosong. Kau warnai dengan kebahagiaan dan kesedihan. Tapi masa tuamu, hal yang terberat ditempuh. Penglihatan yang memudar, kekuatan yang mulai melemah. dan ingatan yang akan mulai menghilang. Masa tuamu, penyesalan mulai terukir. Aku tau. Penyakit yang datang memelukmu. Aku tau. Kesedihan dimatamu. Aku tau. Tapi hanya sekedar tau. Kini. Satu demi satu aku mengerti. Aku pahami. Dan tentu  aku mulai menangis kini.

Cintaku saat itu sangat besar mungkin. Hingga ada yang cemburu padamu. Kau diambil dariku. Disatu sisi kemarahan muncul. Saat itu. Ikhlas tak mudah untuk diberi. Tak pernah terpikir kepergianmu secepat itu. Bahkan aku tak sempat meminta maaf. Mengucapkan terima kasih. Aku hanya mencium tanganmu. Tanpa kata yang keluar, hanya air mata yang ku berikan. Takut. Itu yang kurasakan saat itu.

Dunia ini Fana. Aku tau. Tak semua manusia bisa dipercaya. Tak ada yang kekal. Aku tau. Tapi hingga kini, Cintaku pada mu tak pernah hilang, makin bertambah. tanpa eksistensimu. Apakah kau senang ? Mari kita bertemu kelak. Aku berjanji akan baik disini. Aku akan mohon kepada-Nya. Agar kita bisa bertemu.

Minggu, 06 Oktober 2013

Memahami Hiperbola-nya “Mahasiswa”



Di Indonesia penggunaan kata ataupun pilihan kata untuk menjelaskan sesuatu hal terlihat sangat melebih-lebihkan makna kata atau seperti dalam majas biasa disebut hiperbola. Lihat saja kata seperti Mahaguru, Guru Besar, Mahasiswa dan semacamnya. Contoh kata-kata tersebut memang disengaja berkaitan dengan dunia pendidikan, mengingat kita salah satu bagian dari dunia pendidikan itu dan juga mendapatkan labelling yang di lebih-lebihkan tersebut yakni “Mahasiswa”. Seperti yang kita ketahui Mahasiswa merupakan seseorang yang melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi di Perguruan Tinggi. Dan ketika seseorang sudah menduduki perguruan tinggi, secara otomatis status yang ia miliki sebelumnya berubah dari ‘siswa’ menjadi ‘Maha-siswa’. Disinilah semuanya mulai berubah, bergeser, meluas, dilebih-lebihkan dari labelling, status, strata, bahkan peran.
            Kata ‘maha’ menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah segala-galanya dan kata ‘siswa’ mengandung pengertian seseorang yang menuntut ilmu di bangku sekolah. Kedua kata tersebut memiliki makna dan sifat yang berbeda antara satu sama lain. Yang satu menjelaskan mengenai serba bisa, mampu segalanya, dan yang satunya mengenai status yang diberikan karena perjuangan menuntut ilmu. Namun berbeda keadaan dengan luar negeri. Kata student  dalam Bahasa Inggris misalnya, menyamakan antara siswa dan mahasiswa. Tidak ada pembedaan khusus untuk para siswa di Perguruan Tinggi. Padahal Bahasa Inggris sekarang telah menjadi bahasa internasional bukan. Baik siswa maupun maupun mahasiswa semuanya sama, dalam satu label. Berbeda dengan Indonesia. 
            Maha-siswa, kedua kata itu bergabung dalam ruang yang bernama kampus, perguruan tinggi, dan/ Universitas. Dimana untuk sampai ke Ruang ini membutuhkan pengorbanan otak, waktu, bahkan uang. Untuk mendapatkan status ini harus melewati Sekolah Dasar, Menegah dan Tingkat Atas. Belum lagi menghadapi tes tertulis, bersaing dengan ribuan orang lain, menghabiskan banyak uang. Apalagi Ruang ini memiliki kualitas tinggi. Bukan main lagi sang calon pemilik status berjuang dan berkorban bahkan orang tuanya pun matian-matian mendukungnya. Hingga melakukan segala cara agar anaknya yang tersayang mendapatkan status ini, mengecap ruang ini, mereka berjuang.
            Menurut survei dari lembaga survei ini (misalnya), sekian persen siswa yang Lulus SMA, hanya per sekian persen yang melanjutkan ke perguruan tinggi. Dan setiap pendaftar calon mahasiswa di suatu universitas negeri hanya diterima per sekian persen saja. Dan menurut pengalaman dan perkiraan, peluang pendidikan tinggi di Indonesia sangatlah kecil. Apalagi dengan ketatnya persaingan penerimaan mahasiswa baru disetiap universitas baik swasta apalagi negeri. Pantaskah semua perjuangan dan pengorbanan itu mereka lakukan. Layakkah mereka mendapatkan status “mahasiswa” tersebut setelah perjuangan dan pengorbanan yang mereka lakukan. Atau seberuntung apa hingga mereka bisa mengecap pendidikan tinggi dan bisa menjadi “mahasiswa”. Sebegitu idamankah mereka menjadi “mahasiswa”. Dan ternyata disinilah awal dari keberuntungan, kesempatan, perjuangan, pengharapan, dan tanggung jawab. Saat inilah prosesnya. Mereka tidak, belum, dan akan mengetahuinya.
            Dalam perspektif masyarakat, mahasiswa sejatinya memiliki ketinggian dan kedalaman ilmu. Mahasiswa memiliki status yang lebih tinggi dari pada sekedar jadi siswa saja. Masyarakat Indonesia menghargai apa yang dinamakan ‘berilmu’. Karena tidak semua masyarakat yang berilmu pengetahuan sedalam mahasiswa. Wajarlah kalau mindset masyarakat terlalu melebih-lebihkan mahasiswa. Karena masyarakat sangat menghargai dan menjunjung tinggi mahasiswa bukan karena keberuntungan mengecap perguruan tinggi yang mereka peroleh, namun karena ilmu, pemikiran kritis, solusi, penerus bangsa, agen perubahan, dan hal lainnya yang mereka berikan label yang tentu saja “hiperbola”.
            Selanjutnya mengenai peran mahasiswa yang akhir-akhir ini setelah reformasi sering digemborkan. Mahasiswa adalah agen perubahan, agen pengawas, dan generasi penerus bangsa. Mahasiswa yang sangat berperan mengawasi pemerintahan saat ini. Bukankah era reformasi tercapai salah satunya juga karena usaha besar dari mahasiswa. Hanya sekedar mengawasi bukanlah hal yang sulit. Terlihat penyelewengan dalam pemerintahan sedikit saja, bukankah mahasiswa bisa langsung turun aksi, membuat kritikan pedas, sindiran bahkan banyak lagi yang bisa dilakukan mahasiswa dengan keintelektualannya. Sebagai generasi penerus bangsa, mahasiswa hanya perlu meluluskan diri dari perguruan tinggi dengan IP bagus, masuk ke instansi pemerintahan dan menjadi bagian didalamnya dengan tetap memegang nilai-nilai idealisnya mahasiswa ke dalam praktek pemerintahan. Namun apakah itu mampu dilakukan ?. Bukannya para aktor pemerintahan yang saat ini korup dulunya juga pernah mengecap status ‘mahasiswa’. Antara idealis dan pragmatis kadang sangat tipis sekali perbedaannya. Entahlah. Lain halnya dengan mahasiswa yang pasif. Seperti hanya melakukan pengabdian masyarakat setahun sekali saat ospek atau ketika KKN, atau pada saat hari-hari peringatan, bahkan menjadi mahasiswa yang hanya cerdas dilingkungan kampusnya saja. Setelah pulang, berada di lingkungan masyarakat sama seperti orang lain yang tidak mengecap perguruan tinggi. Ilmu yang ia cari diperguruan tinggi tidak diimplementasikan kedalam kehidupan bermasyarakat. Inikah mahasiswa itu ?. Bukankah mahasiswa itu kritis, argumentatif, kreatif, solutif, dan memiliki wawasan luas. Sekarang mulai meragukan.
            Untuk itu, hendaknya pengharapan yang diinginkan masyarakat atas status dan peran yang mereka yakini terhadap mahasiswa jangan sampai timpang. Begitu juga dengan mahasiswa, baik menerima ataupun menolak label yang diberikan oleh masyarakat kepada mereka,  peran dan fungsi tersebut harus tetap mereka jalankan. Itu karena memang beginilah adanya. Konstruksi sosial telah membentuk mahasiswa yang seperti ‘ini’ dan ‘itu’. Sekarang tinggal si empunya status merealisasikan apa yang dicita-citakan oleh orang tuanya, lingkungannya, masyarakatnya, dan bahkan pemimpinnya. Jika pada awalnya mereka berjuang untuk mendapatkan status sebagai “mahasiswa” dengan mengorbankan apapun, berjuang hingga sedemikian rupa, maka setelah menjadi “mahasiswa” pun lebih bisa berjuang serta berkorban untuk segalanya. Bukankah mahasiswa agent of change, agent of control and iron stock. Setidaknya jangan jadikan itu semua hanya sebagai label, namun sebagai nilai, darah, jiwa, kewajiban, bahkan perjuangan dalam pergerakan mahasiswa itu sendiri.[]

Sabtu, 14 September 2013

Efektifitas Implementasi Peraturan Daerah Batam No 24 Tahun 2004 Pasal 28”


BAB I
PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang Masalah
            Dalam Sistem Pemerintahan Indonesia terdapat pembagian kewenangan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah yang disebut sebagai Desentralisasi. Desentralisasi adalah penyerahan kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk mengurusi urusan rumah tangganya sendiri berdasarkan prakarsa dan aspirasi dari rakyatnya dalam kerangka negara kesatuan Republik Indonesia.Dengan adanya desentralisasi maka muncul otonomi bagi suatu pemerintahan daerah.Otonomi daerah merupakan kewenangan suatu daerah untuk menyusun, mengatur, dan mengurus daerahnya sendiri tanpa ada campur tangan serta bantuan dari pemerintah pusat. Jadi dengan adanya desentralisasi, maka akan berdampak positif pada pembangunan daerah-daerah dalam suatu negara. Agar daerah tersebut dapat mandiri dan secara otomatis dapat memajukan pembangunan nasional.[1]
            Kota Batam di Kepulauan Riau adalah salah satu kota yang memiliki otonomi daerah yang tercantum di Perda Kota Batam No.2 Tahun 2004 mengenai Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Batam.[2] Dengan berlandaskan hukum tersebut, Pemerintah Kota Batam  membuat kebijakan-kebijakan dalam usaha pengembangan wilayahnya sesuai dengan potensi dan SDA yang dimiliki. Dengan letaknya yang strategis yaitu diperbatasan tiga Negara Indonesia-Singapura-Malaysia sudah tentu potensi utama di Batam adalah investasi dan industry. Apalagi dengan adanya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2007 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas di Batam membuat Batam berpotensi besar untuk memasukan devisa bagi Negara.[3] Sehingga menjadikam Batam sebagai tempat  persinggahan perdagangan internasional, pangkalan minyak dan gas, pusat industry elektronik, serta industry alih kapal. Tak heran jika Batam menjadi incaran investor dalam negri maupun mancanegara.
           
Dalam pembangunan wilayah Batam yang sangat berpotensi ini, Pemerintah Kota telah banyak mengeluarkan kebijakan-kebijakan mengenai peraturan perdagangan, peraturan industry, serta tata kota. Namun dalam implementasinya Pemerintah masih tidak tegas dengan hukum tang tidak kuat. Salah satu implementasi kebijakan yang saat ini banyak disoroti yaitu tentang Reklamasi Pantai di wilayah pesisir Batam yang tercantum dalam Perda Kota Batam No.2 Tahun 2004 Pasal 38 mengenai perlindungan kawasan indutri (industrial estate) dan pemusatan wilayah industry.
            Dalam Peraturan Daerah tersebut telah menjelaskan tentang lokalisasi kawasan indusrtri tersebut yaitu tepatnya di pesisir wilayah Batam.Padahal mata pencaharian masyarakat pesisir adalah nelayan.Dengan adanya lokalisasi industry di pesisir sudah barang tentu menyebabkan permasalahan bagi mereka.Dampak yang paling besar dari lokalisasi industry diwilayah pesisir ini yaitu dengan adanya reklamasi pantai. Reklamasi pantai adalah kegiatan di tepi pantai yang dilakukan dalam rangka meningkatkan manfaat sumber daya lahan ditinjau dari sudut lingkungan dan sosial ekonomi dengan cara pengurugan, pengeringan lahan, atau drainase. Namun karena reklamasi pantai yang berlebihan dan juga illegal, kerusakan ekosistem menjadi hal yang tak terelakkan. Pasalnya dengan adanya reklamasi pantai yang mengakibat biota laut termasuk terumbu karang serta ikan-ikan akan rusak dan berkurang. Pada akhirnya yang terkena imbasnya adalah masyarakat kecil yang dalam kasus inin adalah para nelayan.
            Industri-industri diwilayah pesisir yang pada umumnya adalah industri mesin, logam, perkapalan dan industry berat lainnya sangat tidak peduli akan lingkungan sekitar. Lihat saja walaupun mereka sudah mendapatkan izin dari Pemerintah Kota atau Badan Pengawasan Kota Batam, namun masih banyak terkadi kecurangan-kecuranagn didalamnya.Pasir yang dikeruk entah dari daerah mana serta penimbunan pantai yang dilakukan seenaknya sendiri.Walaupun sudah memberikan uang ganti rugi kepada nelayan sekitar, nilainya tidak seberapa dengan ekosistem yang mereka rusak demi kepentingan dan keuntungan mereka sendiri.Bahkan dalam kenyataannya, masih banyak reklamasi pantai yang illegal dimana Pemerintah Kota sebenarnya mengetahui namun seakan menutup matanya.Memang disatu sisi pengembangan industry di Batam sangat menuntungkan daerah maupun Negara. Namun jikalau kawasan industry yang berkembang tidak terbatas dan juga merusak ekosistem apakah masih bisa dikatakan membawa keuntungan bagi ekosistem ?
            Padahal teguran kepada Pemerintah Kota Batam oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif Tjitjip Soetardjo tegas mengatakan, bahwa ia sudah memberi warning atau peringatan dini kepada Pemerintah Kota (Pemko) Batam, Kepulauan Riau, terkait dengan maraknya reklamasi pantai di kawasan ini. Sebab, kata menteri, jika reklamasi tanpa kajian analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) justru akan berdampak serius terhadap lingkungan perairan dan kondisi sosial masyarakat.[4]
            Selain itu wilayah batam yang memang hanya sekitar 415 kilometer persegi atau 400.000 hektare (Ha). dengan kawasan hutan sekitar 23.430 hekatre atau sekitar 58,57 persen dari total daratan dan sekitar 20 persennya atau 4.600 hektare adalah hutan bakau.Dengan adanya reklamasi pantai juga menyebabkan punahnya Hutan Mangrove sekitar 80% dari ekosistemnya.Ini merupakan petaka yang amat besar bagi nelayan.Selain tempat berkembangbiaknya ikan-ikan hutan mangrove juga menahan pantai dari abrasi.Namun sepertinya baik Pemerintah maupun pihak Industri acuh tak acuh terhadap hal tersebut.Perizinan yang mudah dan reklamasi illegal tampaknya sudah sangat lumrah bagi mereka.Seakan-akan kebijakan-kebijakan yang telah dibuat hanya sebagai symbol.Mereka hanya mengejar keuntungan dan kepentingannya sendiri.
            Melihat masalah diatas penulis tertarik untuk menyusun makalah tentang EFEKTIFITAS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERDA BATAM NOMOR 24 TAHUN 2004 Pasal 38 tentang Lokalisasi Industri Berat seperti mesin, logam, perkapalan, dan industri berat lainnya.








I.2. Perumasan Masalah
            Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut :
1.      Bagaimana implementasi kebijakan Perda Kota Batam Nomor 24 Tahun 2004 Pasal 38 tentang lokalisasi industri;
2.      Faktor-faktor apa saja yang menjadi penghambat dalam  implementasi kebijakan Perda Kota Batam Nomor 24 Tahun 2004 Pasal 38 tentang lokalisasi industri;
3.      Usaha-usaha apa saja yang dilakukan untuk mengatasi hambatan implementasi kebijakan Perda Kota Batam Nomor 24 Tahun 2004 Pasal 38 tentang lokalisasi industri. 

I.3. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penulisan makalah ini sebagai berikut:
1.      Untuk menjelaskan bagaimana implementasi kebijakan Perda Kota Batam Nomor 24 Tahun 2004 Pasal 38 tentang lokalisasi industri berdasarkan data informasi yang akurat;

2.      Untuk menjelaskan faktor- faktor penghambat implementasi kebijakan Perda Kota Batam Nomor 24 Tahun 2004 Pasal 38 tentang lokalisasi industri berdasarkan data dan informasi;

3.      Untuk menjelaskan usaha-usaha apa saja yang dilakukan untuk mengatasi hambatan implementasi kebijakan Perda Kota Batam Nomor 24 Tahun 2004 Pasal 38 tentang lokalisasi industry.




BAB II
TINJAUAN TEORI DAN EMPIRIS

II.1. Pengertian Kebijakan Publik
Di lingkungan Institut Ilmu Pemerintahan pada tahun 80-an abad yang lalu, pernah terjadi polemik akademik tentang terjemahan konsep policy dalam bahasa Indonesia. Perbedaan kebijakan dengan kebijaksanaan menurut Taliziduhu Ndraha (2003:249), Sebagai berikut :
Kebijakan yaitu pilihan terbaik dalam batas-batas kompetensi aktor atau lembaga yang bersangkutan dan secara formal mengikat.Sedangkan Kebijaksanaan ialah pilihan terbaik memecahkan masalah, berdasarkan hati nurani, secara etik dan moral.
Menurut Charles O. Jones dalam Winarno (2002:14), istilah kebijakan (policy term) digunakan dalam praktik sehari-hari namun digunakan untuk menggantikan kegiatan atau keputusan yang sangat berbeda.Istilah inisering dipertukarkan dengan tujuan (goals), program, keputusan (decisions), standar, dan proposal.
Secara umum, istilah “Kebijakan” atau “policy” dipergunakan untuk menunjukkan prilaku seorang aktor (misalnya seorang pejabat, suatu kelompok, maupun suatu lembaga pemerintah) atau sejumlah aktor dalam suatu bidang tertentu. Organisasi-organisasi pemerintah selalu diwarnai oleh kegiatan-kegiatan pembuatan, pelaksanaan, dan evaluasi kebijakan dalam memberi solusi pada suatu masalah masyarakat yang luas.
Seorang pakar Ilmu Politik Richard Rose dalam Winarno (2002:15), menyarankan bahwa Kebijakan hendak dipahami sebagai :
“Serangkaian kegiatan yang sedikit banyak berhubugnan beserta  konsekuensi-konsekuensinya  bagi  mereka  yang bersangkutan daripada sebagai suatu keputusan tersendiri”.


          William N. Dunn menyatakan kebijakan publik adalah suatu proses ketata pemerintahan dan administrasi pemerintah yang menghasilkan keputusan pemerintah, dimana instansi yang terkait mempunyai wewenang atau kekuasaan dalam mengarahkan masyarakat dan tanggung jawab melayani kepentingan umum.[5]
            David Easton (1953:129) mengemukakan bahwa:
 “Policy is the authoritative allocation of value for the whole society" (pengalokasian nilai-nilai secara paksa/sah pada seluruh anggota masyarakat).
Dari definisi ini, maka kebijakan publik meliputi segala sesuatu yang dinyatakan dan dilakukan atau tidak dilakukan oleh pemerintah. Disamping itu kebijakan publik adalah juga kebijakan-kebijakan yang dikembangkan/dibuat oleh badan-badan dan pejabat-pejabat pemerintah.
Michael Howlet dan M. Ramesh (1995:11) menyatakan bahwa proses kebijakan public terdiri dari lima tahapan sebagai berikut:
1. Penyusunan agenda ( agenda seting), yakni suatu proses agar suatu masalah bias mendapat perhatian dari pemerintah.
2. Formulasi kebijakan (policy formulation), yakni proses perumusan pilihan-pilihan kebijakan oleh pemerintah.
3. Pembuatan kebijakan (decision making), yakni proses ketika pemerintah memilih untuk melakukan suatu tindakan atau tidak melakukan suatu tindakan.
4. Implementasi kebijakan (policy implementation), yaitu prses untuk melaksanakan kebijakan supaya mencapai hasil.
5. Evaluasi kebijakan (policy evaluation), yakni proses untuk memonitor dan menilai hasil atau kinerja kebijakan.





II.2. Pengertian Implementasi Kebijakan Publik
Salah satu tahapan penting dalam siklus kebijakan publik adalah implementasi kebijakan. Implementasi sering dianggap hanya merupakan pelaksanaan dari apa yang telah diputuskan oleh legislatif atau para pengambil keputusan, seolah-olah tahapan ini kurang berpengaruh. Akan tetapi dalam kenyataannya, tahapan implementasi menjadi begitu penting karena suatu kebijakan tidak akan berarti apa-apa jika tidak dapat dilaksanakan dengan baik dan benar. Dengan kata lain implementasi merupakan tahap dimana suatu kebijakan dilaksanakan secara maksimal dan dapat mencapai tujuan kebijakan itu sendiri.
Menurut Van Meter dan Van Horn mendefinisikan implementasi kebijakan sebagai berikut :
Tindakan-tindakan (usaha) yang dilakukan oleh individu-individu (atau kelompok-kelompok) pemerintah maupun swasta yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan-keputusan kebijakan sebelumnya (Van Meter dan Van Horn dalam Wahab, 2006:65).
Terdapat beberapa konsep mengenai implementasi kebijakan yang dikemukakan oleh beberapa ahli. Secara Etimologis, implementasi menurut kamus Webster yang dikutip  oleh Solichin Abdul Wahab adalah sebagai berikut:
Konsep implementasi berasal dari bahasa inggris yaitu to implement. Dalam kamus besar webster, to implement (mengimplementasikan) berati to provide the means for carrying out (menyediakan sarana untuk melaksanakan sesuatu); dan to give practical effect to (untuk menimbulkan dampak/akibat terhadap sesuatu (Webster dalam Wahab (2006:64)).
Menurut Michael Howlett dan Ramesh (1995: 153) mengenai implementasi kebijakan, menerangkan bahwa :
 ” after a public problem has made its way to the policy agenda, various options have been proposed to resolved it, and goverment has made some choice among those options, what remains is putting the decision into practice”...the policy implementation is defined as the process whereby programs or policies are carried out; its denotes the translation of plans into practice” (setelah masalah publik ditentukan, maka itu merupakan jalan menuju agenda kebijakan, bermacam pilihan telah ditentukan untuk memecahkannya, dan pemerintah telah membuat beberapa pilihan dari alternatif tersebut, yang menempatkan keputusan menjadi pelaksanaan, ...implementasi kebijakan merupakan proses dari sebuah program atau kebijakan dilaksanakan ; yang ditandai dengan terjemahan dari rencana menuju pelaksanaan”.
Berdasarkan beberapa definisi yang disampaikan para ahli di atas, disimpulkan bahwa implementasi merupakan suatu kegiatan atau usaha yang dilakukan oleh pelaksana kebijakan dengan harapan akan memperoleh suatu hasil yang sesuai dengan tujuan atau sasaran dari suatu kebijakan itu sendiri.

















II.3. Peraturan Daerah Kota Batam
Penetapan Batam sebagai Kawasan Industri terdapat pada Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1996 yang menjadi landasan perkembangan perindustrian di Batam. Selain itu, landasan mengenai Perindustrian di Batam berdasarkan dari:
1.     Kepmen Dalam Negeri No 43 Tahun 1977, Tentang Pengelolaan Dan Penggunaan Tanah Didaerah Industri Pulau Batam. Kepmen Pu No. 378/Kpts/1987, Lampiran No. 22, Tentang Petunjuk Perencanaan Kawasan Perumahan Kota.
2.     Kepmen Perindustrian No. 291/ M / Sk /10 /1989, Lampiran No. 1, Tentang Standard Teknis Kawasan Industri.
3.     Perda Kota Batam No. 2 Tahun 2004,Lampiran 2, Tentang RTRW Kota Batam.
4.     Keputusan Ketua Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam No.078/Ren/ Kpt8/W1994.
5.     Keputusan Ketua Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam No. 046 /Ap-Kpts /III/1992
 Dalam Perda Kota Batam No.2 Tahun 2004 Pasal 38 mengenai perlindungan kawasan indutri (industrial estate) dan pemusatan wilayah industri menjelaskan bahwa:
 “Kawasan-kawasan Industri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dialokasikan di sejumlah kawasan, yaitu : Untuk industri mesin, logam, perkapalan, dan industri berat lainnya dialokasikan di Kawasan Industri Batu Ampar, Kawasan Industri Kabil - Telaga Punggur, Kawasan Industri Tanjung Uncang - Sagulung, Kawasan Industri Pulau Janda Berhias, dan di Kawasan Industri Sembulang - Pulau Rempang”.[6] 
            Selain itu terdapat peraturan-peraturan yang inheren dengan peraturan di atas. Peraturan-peraturan tersebut yaitu Peraturan Daerah Kota Batam Nomor 2 Tahun 2004 tentang RTRW Wilayah Kota Batam Tahun 2004-2014, yang meliputi tentang Perindustrian, Perlindungan Hutan, Pengelolaan Terumbu Karang. Dimana peraturan tersebut merupakan landasan dalam perlindungan ekosistem dimana sangat bertolak belakang dengan industry di Batam.

II. 4. Kawasan Industri Batam
Batam sebagai salah satu daerah industri yang cukup strategis, membuat keberadaan industri berkembang cukup pesat di Pulau Batam. Dengan letak yang geografis yakni berbatasan dengan Singapura dan Malaysia serta terletak di Selat Melaka yang merupakan jalur pelayaran sibuk di dunia, menjadikan Batam mempunyai nilai jual lebih serta tenaga kerja yang cukup dengan jumlah perusahaan mencapai ribuan perusahaan. Industri berat di Batam yang di dominasi oleh industri galangan kapal, industri fabrikasi, industri baja, industri logam dan lainnya, membuat industri ini kini semakin berkembang pesat di Batam. Selain tersedia bahan baku yang cukup, juga di dukung dengan tenaga kerja yang ada. Selain di dukung oleh infrastruktur yang ada, keberadaan Batam sendiri juga menjadikan industri ini menjadi daya tarik tersendiri.[7]
Laju pertumbuhan ekonomi Batam tiap tahun terus meningkat bahkan ketika pertumbuhan ekonomi nasional mencapai 4,8% di tahun 2000, Batam sudah mencapai 7,6% atau meningkat 6,38% dari tahun sebelumnya. Hal ini tak lepas dari investor yang menanamkan modalnya. Diketahui bahwa 47% investor berasal dari swasta domestik, 33% merupakan swasta asing dan sisanya yaitu 20% berasal dari pemerintah. Sekitar 50% investor menanamkan modalnya di sektor industri yang dominasi berorientasi ekspor (70%), disusul sektor perdagangan dan jasa,perumahan, pariwisata, dan pertanian.
Industri di Batam terbagi menjadi industri berat dan industri ringan. Industri berat didominasi oleh industri galangan kapal, industri fabrikasi, industri baja, industri logam dan lainnya. Sedangkan industri ringan meliputi industri manufacturing, industri elektronika, industri garment, industri plastik dan lainnya.
 Kawasan Industri di Batam saat ini berkembang dengan pesat.  Dengan segala potensi dan kelebihan-kelebihan dari Kota Batam, maka dari itu Pemerintah Kota dalam membuat kebijakan-kebijakan haruslah tepat demi mewujudkan pembangunan nasional.Pemerintah harus pandai untuk membuat kebijakan dan mengimplementasikannya secara benar agar tujuan utama pengembangan daerah demi mewujudkan pembangunan nasional.kelestarian ekosistem wilayah baik secara langsung maupun tidak langsung, seperti adanya limbah domestik maupun limbah industri dan limbah B3, terjadinya kerusakan lingkungan akibat dari pembukaan lahan untuk kegiatan perumahan, menurunnya populasi mangrove akibat reklamasi, cut and fill, menurunnya populasi terumbu karang akibat eksploitasi yang tidak bertanggung jawab, penambangan pasir ilegal, terjadinya pencemaran laut akibat tumpahan minyak dari kapal, serta pembersihan lambung kapal kegiatan konstruksi kapal yang ada di pesisir pantai wilayah Kota Batam dan sekitarnya (Bapedalda Batam, 2006).Perusakan dan kepunahan hutan bakau atau mangrove di Batam sudah pada tahap mengkhawatirkan.Setidaknya sekitar 80 persen dari luas hutan bakau di Pulau Batam rusak beserta ekosistemnya.Ironisnya, kerusakan ini diakibatkan tangan jahil pemerintah dan masyarakat. Data yang dihimpun koran ini, luas Dengan demikian, luas hutan bakau di pulau berbentuk kalanjengking ini telah mencapai 3.700 hektare.
Penyebabnya yakni adanya alih fungsi lahan untuk kawasan industri, perkantoran dan perumahan serta kegiatan masyarakat sendiri seperti pembuatan arang mangrove. Namun penyebab terbesar adalah reklamasi pantai yang dilakukan oleh perindustrian yang terletak didaerah pantai.


                                  
BAB III
 HASIL OBSERVASI DAN ANALISIS

III. Hasil Observasi dan Pembahasan (Analisis)
            Berdasarkan dari Peraturan Daerah maupun Peraturan Pusat mengenai lokalisasi industry ataupun peraturan perindustrian yang dikaitkan dengan beberapa data empiris di bab sebelumnya, dapat disimpulkan dalam imlementasi kebijakan lokalisasi industry di daerah pesisir oleh Pemerintah Kota Batam masih  tidak efektif mengingat meningkatnya kerusakan ekosistem laut serta berkurangnya hutan mangrove. Karena perindustrian di pesisir  sangat berpeluang melakukan reklamasi pantai. Walaupun alas an untamanya secara empiris luas lahan di Batam sangat minim, namun tidak layak dilakukan reklamasi pantai secara berlebihan hanya untuk mengembangkan lahan industry demi meraup keuntungan yang lebih besar.
Ditinjau dari hal tersebut maka Pemerintah Kota Batam dalam menjalankan implementasi kebijakan lokalisasi industry ini masih terdapat banyak kekurangan dan kesalahan. Pasalnya kebijakan tersebut sangat bertolak belakang dengan kebijakan mengenai perlindungan kawasan hutan mangrove serta perlindungan terumbu karang yang telah terancum di bab sebelumnya. Ketiga peraturan daerah tersebut sangat berkaitan erat. Lokalisasi industry dikawasan pesisir pantai Batam sangat mengganggu ekosistem laut terutama batu karang dan menghilangkan ekosistem mangrove.
Sebenarnya bukan untuk menyalahkan berbagai pihak. Namun dapat dilihat bahwa Pemerintah dalam membuat kebijakan serta mengimplementasikannya masih belum maksimal. Apalagi melihat tujuan atau visi-misi Kota Batam yaitu menjadi Kota Madani ini sangat jauh dari harapan. Sebagai Kota percontohan hendak memberikan pengaruh-pengaruh positif pada lingkungan sekitar, bukan malah merusaknya. Di satu pihak memang tidak diragukan lagi masalah industry yang mendorong peningkatan pertumbuhan perekonomian di Batam sehingga membawa keuntungan-keuntungan materi yang menggiurkan. Namun di pihak lain masih banyak yang dirugikan atas lokalisasi industry ini, terutama para nelayan Batam. Mereka yang masih tradisional dalam penangkapan ikan, malah makin disusahkan akibat menurunnya ekosistem sumber daya laut di kawasan Batam baik ikan maupun terumbu karangnya.  
            Hambatan-hambatan yang dihadapi atas kurang maksimalnya kebijakan ini yaitu salah satunya kurangnya pengawasan Pemerintah Kota Batam terhadap permasalahan yang diakibatkan kebijakan ini. Selain itu Badan Pengawasan Dampak Lingkungan Batam (Bapedal) juga salah satu badan yang sebenarnya bertanggung jawab terhadap pengawasan dampak lingkungan juga msih belum bekerja secara maksimal. Masih banyak praktek illegal reklamasi pantai yang belum bisa dihentikan. Akibat semakin hari semakin rusak lingkungan pesisir Kota Batam. Disisi lain tidak efektignya kebijakan ini juga dipengaruhi oleh perizinan perindustrian ataupun perizinan perluasan kawasan industry juga berpengaruh besar. Pasalnya jika perizinannya saja sudah sangat mudah, apalagi dengan penipuan atau penyelewengan perizinan tersebut. Bisa saja pihak industry memanipulasi data. Selain itu keegoisan individu untuk meraup keuntungan tanpa melihat resikonya menjadi pemicu awal dari semua. Hanya mementingkan kepentingan sendiri tanpa melihat penderitaan sekitar akibat ulahnya. Dengan ini sekarang diketahui bahwa yang menjadi dalang semua ini adalah para pemilik industry serta investor-investor bukan ?. Untuk itu seharusnya Pemerintah yang sekarang harus bekerja ekstra untuk menangani lemahnya hokum serta peraturan mengenai perindustrian di Batam.
             Pemerintah harus lebih tegas dalam mengambil tindakan terhadap pelanggaran-pelanggaran yang terjadi dalam dunia perindustrian. Selain itu pengawasan terhadap perkembangan industry juga harus lebih diperketat. Pemerintah juga harus melihat serta menyempurnakan hukum serta peraturan terhadap perizinan, perluasan lahan, investasi, serta perkembangan perindustria. Perlu adanya konservasi lingkungan hidup serta membenahi kawasan yang sudah rusak akibat industry. Perlu adanya penanaman hutan mangrove kembali agar populasinya tidak punah. Dan Pemerintah bekerja sama dengan Bapedal maupun pihak industry dalam rangka pelestarian ekosistem pesisir dan ekosistem laut agar perlindungan ekosistem tetap terjaga.









BAB IV
Kesimpulan

IV.1. Kesimpulan
            Dalam implementasi Peraturan Lokalisasi Perindustrian di Kota Batam, Pemerintah Daerah masih belum efektif dalam penerapannya. Masih kurangnya pengawasan, lemahnya hokum, serta kurang jelasnya peraturan yang mengatur mengakibatkan Pihak Industri melanggar aturan. Selain itu dampak dari kebijakan lokalisasi industry di daerah pesisir ini juga menghasilkan banyak kerugian seperti hilangnya ekosistem hutan mangrove akibat reklamasi pantai serta menurunnya sumber daya laut akibat dari pencemaran industry itu sendiri.
            Untuk itu perlu adanya tinjauan kembali terhadap kelengkapan serta kejelasan peraturan serta ketegasan hokum terhadap Perkembangan Industri serta Perizinannya. Selain itu pengawasan serta penegakan hukum secara adil dan tegas  juga harus dilakukan secara maksimal. Agar tujuan utama kebijakan lokalisasi industry itu sendiri tercapai dengan baik tanpa adanya pihak-pihak yang dirugikan. Dan Pemerintah maupun industry juga harus bekerja sama untuk memulihkan kerusakan-kerusakan ekosistem akibat implementasi kebijakan yang tidak efektif. Sehingga dengan itu semua baik Pemerintah maupun Industri berpartisipasi dalam pelestarian lingkungan hidup sekitar.










DAFTAR PUSTAKA

Abdul Wahab, Solichin. 2000. Pengantar Analisi Kebijakan Publik. UMM PRESS: Malang.
http://id.wikipedia.org/wiki/Desentralisasi
http://www.haluankepri.com/tajuk/29784-warning-reklamasi.html





Bentuk Pdf:
 http://www.dprd-batamkota.go.id/wp-content/uploads/2011/09/Perda-No-2-Th-2004-RTRW.pdf
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/46849/2011wgu_pendahuluan%20(bab%201).pdf?seqence=6
http://www.dprd-batamkota.go.id/wp-content/uploads/2011/09/Perda-No-2-Th-2004-RTRW.pdf
http://batamkota.go.id/bisnis.php?sub_module=39&klp_jenis=348








[1]http://id.wikipedia.org/wiki/Desentralisasi
[2]http://www.dprd-batamkota.go.id/wp-content/uploads/2011/09/Perda-No-2-Th-2004-RTRW.pdf
[3]http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/46849/2011wgu_pendahuluan%20(bab%201).pdf?seqence=6
[4]http://www.haluankepri.com/tajuk/29784-warning-reklamasi.html
[5] Naihasy, Syahrin. 2006. Kebijakan Publik (Public Policy) menggapai Masyarakat Madani. Yogyakarta: Midi Pustaka. Hal 18
[6]http://www.dprd-batamkota.go.id/wp-content/uploads/2011/09/Perda-No-2-Th-2004-RTRW.pdf
[7] http://batamkota.go.id/bisnis.php?sub_module=39&klp_jenis=348