Sabtu, 01 Februari 2014

Allah, Ayah dan Aku


Mencari potongan kenangan bersamanya bagaikan menyusun puzzle dari tumpukan keping-keping memori masa kecil. Abu-abu dan samar. Sakitnya menahan rindu ternayata sebanding ketika mencari kenangan yang mulai buram seiring masa yang berlalu. Bahkan hingga kini, masih teringat jelas aroma tangan dan seruan suaranya saat memanggil. Hingga kerutan yang tergaris diraut wajahnya masih hafal dirasakan tangan. Marah dan tawanya seakan bercampur dalam gaungan dikepala. Tak bisa dibedakan. Tak bisa dipisah. Sakit itu mulai bertambah ketika pertanyaan akan dunia mulai membenak namun kau tidak ada untuk menjawabnya. Makin terasa perih, saat teringat hal-hal yang kau suka, karena itu akan menambah kerinduan padamu.

Hari tuamu, masa kecilku. Jarak masa yang jauh. Masa kecil hanya canda tawa yang kau berikan. Nasihat dan pukulan sebagai pelajaran. Masih putih dan kosong. Kau warnai dengan kebahagiaan dan kesedihan. Tapi masa tuamu, hal yang terberat ditempuh. Penglihatan yang memudar, kekuatan yang mulai melemah. dan ingatan yang akan mulai menghilang. Masa tuamu, penyesalan mulai terukir. Aku tau. Penyakit yang datang memelukmu. Aku tau. Kesedihan dimatamu. Aku tau. Tapi hanya sekedar tau. Kini. Satu demi satu aku mengerti. Aku pahami. Dan tentu  aku mulai menangis kini.

Cintaku saat itu sangat besar mungkin. Hingga ada yang cemburu padamu. Kau diambil dariku. Disatu sisi kemarahan muncul. Saat itu. Ikhlas tak mudah untuk diberi. Tak pernah terpikir kepergianmu secepat itu. Bahkan aku tak sempat meminta maaf. Mengucapkan terima kasih. Aku hanya mencium tanganmu. Tanpa kata yang keluar, hanya air mata yang ku berikan. Takut. Itu yang kurasakan saat itu.

Dunia ini Fana. Aku tau. Tak semua manusia bisa dipercaya. Tak ada yang kekal. Aku tau. Tapi hingga kini, Cintaku pada mu tak pernah hilang, makin bertambah. tanpa eksistensimu. Apakah kau senang ? Mari kita bertemu kelak. Aku berjanji akan baik disini. Aku akan mohon kepada-Nya. Agar kita bisa bertemu.

Tidak ada komentar: